Latest Post

The Philosophers (2013) BluRay 720p 700MB Ganool

| Jumat, 13 Juni 2014
Baca selengkapnya »



aka  After the Dark
Info:http://www.imdb.com/title/tt1928340/
Release Date: 15 April 2014 (USA)
Genre: Drama | Fantasy | Sci-Fi
Stars : Bonnie Wright, Freddie Stroma, Maia Mitchell
Quality: BluRay 720p
Encoder: SHQ@Ganool
Source: 720p.BluRay.x264-RUSTED
Size: 700MB
Subtitle: Indonesia, English


Synopsis:

Di sebuah sekolah internasional di Jakarta, seorang guru filsafat menantang kelasnya yang terdiri dari dua puluh mahasiswa senior untuk memilih barang siapa sepuluh dari mereka yang akan berlindung bawah tanah dan memulai kembali peradaban manusia dalam sebuah kejadian kiamat nuklir.

Pemeran The Philosophers :


Sophie Lowe sebagai Petra
Rhys Wakefield sebagai James
Bonnie Wright sebagai Georgina
James D'Arcy sebagai Mr. Zimit
Daryl Sabara sebagai Chips
Freddie Stroma sebagai Jack
Katie Findlay sebagai Bonnie
George Blagden sebagai Andy
Erin Moriarty sebagai Vivian
Jacob Artist sebagai Parker
Maia Mitchell sebagai Beatrice
Cinta Laura sebagai Utami
Philippa Coulthard sebagai Poppie



WATCH TRAILER


Uploading ...



Screen Shoot :






Download The Philosophers (2013) BluRay 720p 700MB Ganool


Download Film The Philosophers (2013) + Subtitle
*NB : Jika ingin lancar menonton film ini gunakan "The KMPlayer"

Mediafire : FullSpeed (Single Link)



Subtitle Indonesia The Philosophers 





Sumber : Ganool.com

The Philosophers (2013) BluRay 720p 700MB Ganool

Posted by : @Im_Qalbhye on :Jumat, 13 Juni 2014 With 1 komentar:
Tag :

Cerpen - Kejutan Untuk Sahabat

| Senin, 12 Mei 2014
Baca selengkapnya »


Waktu berputar terlalu cepat, kulihat jam dinding dikamarku telah menunjukkan pukul 8.30, aku bangun terlambat karena kupikir hari minggu adalah hari untuk bermalas – malasan, aku beranjak dari tempat tidurku menuju ke meja makan.

      “Selamat pagi?”Tanya kepada kakakku yang duduk sambil makan roti. Sebut saja kak Doni.
     “Pagi, kok bangun terlambat?”Tanyanya padaku
     “Semalam terlambat tidur jadi ...!!”Kataku terputus
     “Jadi apa ...?”Balas Kakakku

  Aku berlari kekamar tanpa menjawab pertanyaan kakakku, baru aku ingat ternyata aku akan pergi menemani sahabatku membeli kue untuk mempersiapkan ulang tahun sahabatku Nanda.
  Akupun pergi mandi dan berkemas – kemas. Setelah siap-siap aku langsung menancap gas motorku menuju kerumah sahabatku Dian, sesampainya disana ternyata Dian sudah tidak ada. Beberapa menit kemudian ada messege yang masuk, ternyata dari Dian.

  “From: 085xxxxxxxxx
  “To    : 085xxxxxxxxx
     “Indah, aku pergi duluan karena kamu lama sekali. Maaf “

  Ketika ingin membalas pesannya ternyata pulsaku habis tanpa pikir panjang lagi aku menancap gas motorku menuju ke tempat acara. Setibanya disana kulihat Dian dan Teman – teman yang lain sedang mendekorasi ruangan, akupun langsung membantu mereka beberapa jam kemudian semuanya telah dipersiapkan tinggal menunggu Nanda datang.

     “Indah kenapa sms aku tadi tidak dibalas?”Tanya Dian padaku dengan raut wajah sedikit marah
     “Maaf, soalnya pulsaku habis”Balasku padanya
     “Yahh, sudahlah kalau begitu, kirain kamu marah gara- gara aku gak nungguin kamu”Jawabnya tersenyum
     “Yahh gak mungkin lah, kan aku yang lama”Balasku dengan wajah yang sangat senang

  Waktu menunjukkan pukul 14.30, didepan pintu telah berjalan Nanda ditemani 2 temanku dengan keadaan matanya diikat kain. Setelah Nanda berada didepan kue temanku Dian membuka ikatan penutup matanya, Nanda kaget melihat suasana diruangan itu.

     “Waahhh, Indah sekali”Kata Nanda kagum
     “Happy BrithDay Nanda”Kata semua teman-teman yang ada disana.
     “Terimah kasih, kalian sahabatku yang paling baik”Jawabnya tersenyum bahagia

  Setelah peniupan lilin kami semua foto bersama dan saling melemparkan kue. Hari itu adalah hari yang sangat menyenangkan.
      Sahabat adalah pembunuh kesepian, sahabat sejati tidak akan pernah berpisah dan selamanya akan abadi sampai waktu yang akan memisahkan mereka.


===== The End ======


Profil Penulis :
Indah Wulandari
Sekolah : SMAN 10 Makassar, kelas X.3
Ini adalah cerpen pertamaku aku harap cerpen  yang aku buat ini bagus. Kutunggu saran dan kritiknya yah kawan ...

Cerpen - Kejutan Untuk Sahabat

Posted by : @Im_Qalbhye on :Senin, 12 Mei 2014 With 0komentar
Tag :

Cerpen - Surat Sederhana Untukmu, Kakakku

| Minggu, 16 Maret 2014
Baca selengkapnya »
Dear Kakakku tersayang,

Tidak terasa kita sudah semakin beranjak dewasa, tanggal 19 Desember kemarin aku baru saja memperingati hari jadiku yang ke 19 tahun dan sebentar lagi hari jadimu akan segera menghampirimu. Kakak, entah mengapa seharian ini aku selalu memikirkan kehadiranmu, teringat tentang semua masa-masa yang telah kita lalui bersama dan masa disaat kita bertengkar, saling menyalahkan satu sama lain terutama disaat kamar berantakan.

Kakak, aku selalu menyimpan kagum padamu, mengapa engkau begitu pintar sedangkan aku tidaklah sepintar dirimu. Engkau begitu mudah memahami pelajaran matematika dan sains, aku ingin seperti dirimu yang selalu pulang dari sekolah dengan menunjukkan nilai sempurna pada mama dan ayah.
“ engkau adalah adik kesayangan kakak yang mempunyai banyak bakat, kakak ingin dapat bernyanyi dan menulis sepertimu.”
Aku tersadar, bukankah Tuhan menciptakan makhluknya dengan sifat dan kemampuan yang berbeda- beda? Kakak, kalimatmu itu membuatku menjadi percaya diri untuk menunjukkan setiap nilai tentang kemampuanku dalam seni, menulis yang aku dapatkan dari sekolah kepada mama dan ayah. Kalimatmu itu menyadarkanku bahwa sesungguhnya aku juga memiliki kelebihan sama seperti dirimu walaupun dalam bidang yang berbeda.

Kakak, engkaulah seseorang yang selalu ingin melindungiku, seseorang yang ikut terluka disaat melihatku menangis.

Masih ingatkah engkau pada suatu malam disaat kita ingin memejamkan mata? Saat itu aku mencurahkan isi hatiku hingga membuatku menangis. Ya... aku mencurahkan tentang semua sikap teman – temanku di kelas yang selalu memperolok-olok diriku ku, mereka bilang aku ini jelek dan selalu menjadi bahan tertawaan mereka. Aku terus menangis dan engkau hanya diam sambil mendengarkan kecenganku padasaat itu. Setelah semua isi hati yang menyakitkan itu keluar dari bibirku, engkaupun merasa marah, engkau ingin menghampirinya satu persatu untuk menyadarkan mereka dan memberikan kaca sebesar-besarnya untuk mereka bercermin, tetapi aku menahannya karena aku tidak ingin hal itu menjadi runyam. Keesokan harinya, aku membaca pesan mu yang engkau kirimkan kepada sahabatku, jujur saja aku tidak dapat menahan airmata, di dalam pesan itu engkau menjelaskan semua isi hatiku semalam, engkau bilang hatimu terasa sakit disaat mendengarkan adikmu yang diperlakukan seperti itu, engkau juga bilang bahwa engkau sangatlah menyayangiku dan tidak ingin melihatku sakit lagi seperti dulu, karena dulu engkau hampir saja kehilanganku untuk selama- lamanya disaat penyakit itu menyerang tubuhku.

Dan, aku tidak akan pernah lupa dengan semua perhatianmu yang selalu engkau berikan untukku terutama disaat aku sakit. Disaat aku sedang menahan rasa sakit di kamar, engkau tidak pernah lupa untuk menyelimuti dan mengelus tubuhku hingga ku melupakan rasa sakitku dan akhirnya tertidur. Aku juga masih ingat disaat kita masih duduk dibangku SD, engkau lah yang menyuapi kuah sup untukku.

Kakak, engkaulah seseorang yang setia bagiku,
Dulu disaat kita masih duduk di bangku SMA, engkau selalu setia menghantarkan aku kesekolah dengan menggunakan sepeda motor dan setelah itu barulah engkau pergi menuju kesekolahmu. Tidak peduli dengan kondisi apapun. Aku masih mengingatnya, pagi itu hujan turun sangat deras, saat itu kita memakai seragam serba putih, aku sempat menyimpan ketidaktegaan padamu karena jika engkau menghantarkan aku kesekolah seperti biasanya, pasti rokmu akan kotor tetapi, saat itu engkau segera melepaskan rokmu dan menaruhnya didalam tas, engkau rela memakai celana panjang hitam itu hanya untuk adikmu ini. Engkau juga selalu setia untuk menjemputku karena engkau tidak ingin melihatku letih walaupun sebenarnya engkau merasakan hal yang sama.

Terkadang, disaat oranglain tidak memperdulikan tentang apa yang telah aku lakukan, maka engkaulah yang selalu menunjukkan kepada oranglain tentang semua karya-karyaku, engkau juga bilang kepada mereka bahwa engkau sangatlah bangga memiliki aku.

Kakak, banyak hal yang kita lalui dengan tawa dan airmata,
Saat itu, kamar terlihat berantakan sekali, tumpukan buku-buku persiapan ujian nasionalmu berada disana sini belum lagi pernak-pernik kerajinan tanganku tetapi kita malah saling menyalahkan satu sama lain, beradu argument, padahal kamar itu berantakan karena kita berdua. Lucu juga jika kejadian itu aku kenang sekarang ini kak. Terkadang, kita sering bertengkar karena hal-hal yang sepele dan menangis jika salah satu dari kita tidak ada yang mau mengalah, kita juga sering membanting pintu, menguncinya dan mengurung diri dikamar.

Tetapi, beberapa jam kemudian, suasana hati kita kembali mereda, kita mulai merapikan kamar bersama-sama. Disaat kita sedang membersihkan lemari pakaian, kita sering memakai pakaian yang berada ditumpukan paling bawah, menyesuaikannya dengan pakaian yang lainnya. Kita saling berbagi cerita tentang apa yang teman bilang mengenai pakaian yang kita pakai, mereka bilang mengapa pakaian yang kita pakai selalu berbeda, unik, dan sempat ada yang bertanya dimana kita mendapatkan pakaian itu. Padahal pakaian itu adalah pakaian lama yang selalu ada didalam lemari kita bertahun-tahun lamanya, dan jarang saja kita memakainya. Kita senang memakai pakaian lama karena itu membuat kita berbeda dengan yang mereka pakai untungnya kita dapat memadu padankannya sehingga pakaian itu tidak terlihat kuno. J

Masih ingatkah engkau dengan semua kekonyolan kita disaat ber-make up di jam 12 malam, saat itu kita sama-sama tidak bisa tidur, bingung ingin mengerjakan apa dan terlintas dibenak kita untuk melakukan itu. Kita memakai dress, high hills dan setelah itu berfoto-foto. Malam itu kita tertawa kecil dengan hasil make up, dan foto2 yang lucu. J

Kakak, engkaulah seseorang yang selalu menginginkan agar aku terlihat cantik,

Aku adalah termasuk seseorang yang tidak begitu memperdulikan kesehatan kulitku tetapi engkau yang selalu membelikan lulur dan lotion untukkku disaat uang simpananku tidak ada, engkaulah yang selalu mengajakku untuk luluran satu sama lain dengan waktu yang telah kita sepakati. Jika aku memakai baju-bajumu engkau tidak pernah marah malah engkau bilang,
“pakai saja baju itu untukmu dek karena engkau terlihat anggun dengan baju itu.”

Aku hanya terdiam dan mencoba menolaknya tetapi engkau tetap memberikan itu untukku dengan alasan engkau masih memiliki banyak baju yang indah.

Kakak, masih ingatkah pesan singkat yang aku kirimkan ke handphonemu sesaat sebelum aku pergi dari Indonesia? Ucapan maaf atas semua sifatku dan ucapan terimakasih atas semua yang telah engkau berikan untukku? Tetapi engkau malah meminta maaf tidak dapat menghantarkanku ke bandara karena jadwal kuliahmu yang terlalu padat dan engkau minta maaf dengan semua sikapmu, engkau bilang banyak kata-katamu yang telah menyakiti hatiku dan engkau tidak pernah lupa menyebutku sebagai adik kesayanganmu.

Kakak, aku sering melihatmu menangis jika harus pulang ke indramayu dihadapan aku, mama dan ayah tetapi aku malah meledekmu, aku bilang engkau sangatlah cengeng, semua itu aku lakukan karena aku tidak ingin membuatmu bertambah sedih dan berat meninggalkan rumah padahal sesungguhnya, aku selalu ingin menangis jika melihatmu seperti itu. Semenjak engkau kuliah di Indramayu, jujur saja aku merasa rindu padamu, biasanya kita selalu berbagi cerita sebelum tidur, dan aku selalu menunggumu masuk kamar terlebih dahulu karena aku adalah seseorang yang paranoid terhadap hantu tetapi, semenjak itu aku harus tidur tanpa cerita darimu, harus membiasakan diri untuk berani dan aku merasakan seperti ada yang hilang, yaitu dirimu kak.
***

Kakak, itu hanyalah sekilas cerita kita yang aku ringkas untuk meredakan kerinduanku padamu, aku harap engkau baik-baik saja disana, aku bangga padamu kak!!

Semoga catatan ini juga dapat meredakan kerinduanmu padaku, aku sangatlah menyayagimu kak, terimakasih untuk semuanya, engkau rela melakukan apa saja untuk melindungiku. Kakak, hatimu secantik parasmu, semoga Allah selalu melindungimu dimanapun engkau berada.

Kak, aku merindukan kamar itu, Ayah bilang, terkadang Ayah sering terbangun ditengah malam dan masih mengingat kebiasaannya untuk melihat kita yang sedang tertidur dikamar itu tetapi, ayah hanya melihat kasur springbed yang tertata rapih dengan dibaluti sprei kesukaan kita, tanpa ada kita yang tertidur pulas seperti biasanya. Ayah selalu melakukan itu disaat merindukan kita kak, membuka pintu kamar dan memandanginya hanya untuk beberapa menit dan itu seakan membuatnya dekat dengan kita. Ayah dan Mama juga bilang bahwa mereka bangga pada kita kak, mereka bilang kita adalah jiwa yang tangguh.

Kakak, semoga kita dapat setangguh seperti yang mereka rasakan, selalu semangat kakakku, aku sayang padamu kak!

Australia, 4 Januari 2013



PROFIL PENULIS
Hai perkenalkan nama saya Putri Tara Andesta, kalian bisa panggil saya Tara. Saya suka menulis sejak saya duduk dibangku kelas 4 SD. mulailah menulis dari pengalaman pribadi itu dapat mempermudah kalian dalam menulis. :)

Add my facebook: Poetry Tarra Andesta
Follow me: @putritaraa.

Cerpen - Surat Sederhana Untukmu, Kakakku

Posted by : @Im_Qalbhye on :Minggu, 16 Maret 2014 With 0komentar
Tag :

Cerpen - The Meaning of Love

|
Baca selengkapnya »
Braakkk!!!!
Aku memukul meja karena kesal. Berbekal muka kusut dan bibir cemberut berhasil membuat mama berdecak melihatku.
“kenapa kok mukanya kaya di tekuk gitu?” Tanya mama dengan lembut. Ku balas dengan masuk ke kamar tanpa menghiraukan pertanyaan mama. Mama hanya menggelengkan kepalanya. Mungkin heran dengan tingkah laku anak pertamanya ini yang pulang dari sekolah membawa suasana badmood.
“uuh! Kenapa sih harus kaya gini ceritanya!! Aku selalu dapat masalah setiap aku menginginkan sesuatu. Termasuk menyukainya!!! Argh!” gurutuku kesal.
Aku mungkin salah satu dari sekian banyak orang yang mempunyai nasib sial. Ya, setiap ada yang perhatian ke aku, aku selalu membiarkannya sampai 1 minggu, jika tetap perhatian, kesimpulan sememtaraku adalah dia suka kepadaku. Setidaknya simpatik padaku.
Tetapi, setelah 1 bulan ku rasa perhatiannya semakin sering menimpaku. Yang di status facebook sering kaya bales-balesan, sering sindir-sindiran, dsb. Jadi, statusku sama si-doi nyambung kalo digabungin. Jelas dan ketara banget.

Tapi aku gak GR dulu. Dan selama 3 bulan begitu mulu. Lama-lama hatiku ke bawa juga. Yang semulanya gak suka dan nganggep temen biasa, eh, malah suka.
Dan yang lebih parahnya lagi, ternyata temen yang sering curhat sama aku juga suka sama si-doi. Gila!!!
*Aku harus gimana ni?* kata yang selalu ku ucapkan ketika temenku akan mengawali curhatannya.
Padahal, temen yang suka sama si-doi gak cuma satu. Dan kebanyakan yang curhat sama aku. Ya Tuhan, kenapa engkau memberi hamba cobaan berat seperti ini.
Aku meletakkan tasku dan membuang badanku ke kasur untuk merebahan diri sembari berfikir. *Kenapa aku dulu terjebak di hatinya!!* batinku.

Tok tok tok
“masuk” ujarku. Krreeeekk! “sayang, makan dulu yuk! Kamu belum makan siang, mama sudah siapin makaman kesukaan kamu” ajak mama dengan nada lembut.
“nggak ah ma” meniarapkan tubuhku di kasur dan menyembunyikan kepalaku di bawah bantal. “aku ngantuk! Aku tidur dulu ya ma…”
“ya sudah, jangan lupa pakai selimutnya” saran mama. Aku hanya mangut-mangut membalasnya.
Aku tak mau tidur. Aku sebenarnya tak bisa tidur. Aku tak bisa melupakan dia. Aku hanya beralasan kepada mama seperti itu karena aku tak ingin melakukan apapun kecuali satu. Berfikir.
Tar! Jedyaaaaarrrrrr!!
Suara halilintar membangunkan lamunanku. Aku terkejut dan menutup telingaku. Aku ambil selimutku dan ku tutupi seluruh badanku dengan selimut.

Tapi setelah aku sadar. Aku bangun dari tempat tidurku. Mangambil baju baby doll-ku dan bergegas menuju ke kamar mandi. Hujan tidak menaklukkan-ku untuk tidak segera mandi.
“Sudah bangun sayang? Kok cepet bangun? Biasanya lama kalau tidur?” ujar mama ketika melihatku keluar dari kamar. “aku nggak bisa tidur ma. Panas!” jawabku sambil berlalu.
Mungkin sebagian anak menganggapku kurang ajar dan durhaka kepada orang tua karna tidak menjawab pertanyaan orang tua dengan sikap yang baik tetapi sambil berjalan begitu saja.
Hari ini cuaca begitu panas. Entah kenapa, tiba-tiba aku teringat akan dia. Si-doi pernah duduk berdapingan denganku saat aku menunggu jemputan. Teman si-doi berdiri di sampingnya. Mereka mengobrol layaknya ibu-ibu yang sedang arisan. Topiknya berbeda dan ribet menurutku.
Ternyata 3 menit kemudian, jemputanku datang. Ah, senangnya! Aku dapat terbebas darinya.
Tapi ternyata, setelah aku naik, si-doi masih tetap memperhatikan aku sampai di ujung jalan. Dan bodohnya aku, aku juga memperhatikannya. Duh!
Aku memukul jidatku sendiri dengan telapak tanganku setelah meletakkan baju di kamar mandi karna memikirkan peristiwa itu. Ternyata aku tak dapat melupakannya.
Suara tetesan showerku mengiringi suara derasnya hujan. *ternyata sudah hujan, akhirnya suhu kembali dingin lagi* batinku.
Keluar dari kamar mandi, aku bergegas masuk ke kamar. Melewati mama yang sedang membaca majalah kesukaannya. Tetapi aku berhenti di tengah jalan. Terlintas di benakku untuk mencurahkan isi hatiku kepada mama.
Aku membalikkan badan dan menghampiri mama. “ada apa? Kok tumben duduk di sebelahnya mama?” tanya mama terheran-heran.

Aku diam.
Berfikir mencari dan menyusun kata-kata untuk memberi tahu mama semuanya. “lho? Kenapa diam?” Tanya mama sekali lagi.
“em, apa jangan-jangan ada masalah di sekolahmu sampai kamu mau cerita sama mama tapi dak berani? Ada apa sayang?” ujar mama sambil menutup majalahnya dan mengalihkan perhatiannya kepadaku.
“eumm, mah. Mama waktu suka sama papa mulai kapan?” tanyaku perlahan. Mama hanya tersenyum. Sepertinya mama mengerti mengapa aku datang mendekati mama.
“anak mama mulai suka sama orang lain ya?” Aku mangut-mangut dengan perlahan. Aku malu mengatakannya pada mama. Tidak ada yang tahu perasaanku.
“nggak papa kamu suka sama lawan jenis. Itu wajar. Mama memakluminya” Mama seperti meneguhkan hatiku. Aku mulai memberanikan diri bercerita pada mama tentang semuanya.
Mama mendengarkannya dan sesekali tersenyum karena senang. Entah apa yang ada di hati mama, aku tak tahu.

Akhirnya, aku selesai bercerita pada mama. Mama diam sejenak, lalu berkata
“Sayang, menyukai lawan jenis itu wajar. Tetapi jangan kamu terjebak di dalamnya. Banyak orang yang mengenal hal itu hingga mereka terjebak sendiri di dalam lingkaran kelam itu. Sebenarnya cinta itu suci, murni dan penuh kasih sayang. Tapi, cinta bisa jadi bumerang kita untuk menuju kematian”
Aku mengerutkan dahi. Kata-kata mama mulai tidak ku mengerti, tetapi sungguh sulit ku ungkapkan. *kenapa bisa di ujung kematian?* tanyaku dalam hati.

Sepertinya mama tahu maksud expresi yang tak berbentuk ini.
“cinta itu bisa membutakan banyak orang. Sehingga kebanyakan orang tidak mau menggunakan logikanya untuk berfikir tentang cinta. Bila mereka patah hati, mereka bisa melakukan hal yang fatal untuk menyalurkan kekecewaannya. Jangan sampai hal itu terjadi padamu nak”

Aku mulai faham. Mama menasehatiku agar aku tak terjebak dalam lubang cinta.
“mengagumilah sewajarnya. Jangan berlebihan. Mama tidak melarang kamu. Tapi sebaiknya kamu fikirkan dulu baik-baik bagaimana dengan masa depan kamu” mama munutup nasehatnya dengan mengelus pelan rambutku dan meninggalkanku sendiri termenung.
Aku mulai berfikir tentang hal itu.

Dan aku mulai sedikit melupakan dia. Meskipun dia masih ada di hatiku. Aku mendengar kabar bahwa dia sedang menjalin hubungan lain dengan seorang gadis.

Aku tak menangis maupun patah hati. Ketika berita burung itu datang dan menyebar, aku tahu suatu saat akan menjadi benar berita itu. Aku tahu dari awal.
“hehf “ aku tersenyum kecil sambil menghebuskan nafas.
Aku sudah tahu. Jangan pertahankan cinta ketika cinta itu hanya bertepuk sebelah tangan. Karna nasehat mama, aku tahu segalanya.
Entah sekarang berita burung itu benar atau salah. Hanya dia dan gadis itu yang tahu. Senyuman kecil menghiasi wajahku.



PROFIL PENULIS
Nama : N Grace Nandalena
Twitter : @grace_gnl ~> follow me ya.. ^^` *Promosi*
Just mention after reading
Tolong kritik dan sarannya ya.. Arigatou! ^^`

Cerpen - The Meaning of Love

Posted by : @Im_Qalbhye on : With 0komentar
Tag :

Cerpen - Ricky

| Selasa, 11 Maret 2014
Baca selengkapnya »
Pagi ini kulihat dia tetap seperti biasa datang terlambat walaupun tau konsekuensinya jika itu trus dilakukannya. Ricky, atau lebih tepatnya Ricky Emeraldy Pratama, seorang cowok yang menurut orang banyak adalah orang yg paling cuek seantero sekolah.
Dia tetap menggunakan jacket kesayangannya berwarna hitam gelap dan mengkilat yang menurut ku itu cukup bagus dan terlihat lumayan mahal karena terlihat terbuat dari sejenis kulit. Ciri khas lain dari mahluk ini adalah selalu membawa tas yang besar dan tentu berat, ada yang tau isinya apa,? iyap bener sekali , tas itu isinya buku pelajaran SEPEKAN PENUH ! dengan kata lain semua buku pelajaran selama seminggu dari senin sampe senin lagi tetap berada ditasnya . Gila gak ?! Dan satu lagi yang aku bingung kenapa badannya tetep tinggi ! Bikin kita semua iri banget sama dia.
Dia mulai memasuki ruang kelas , hari ini senin , kita sudah bersiap keluar kelas untuk "ritual rutin " (begitu sering ku sebut) , setiap sekolah pada umumnya, ya upacara bendera. Anak anak lain pada keluar, ribut untuk meminjam atribut mereka yang kurang lengkap, tapi manusia satu itu masih saja tetep santai, padahal sudah tau dia itu telat.
Ketika memasuki lapangan yang tidak begitu luas, aku merasa bakal lama nih ritual rutin, cuaca juga terlihat tidak mendukung, panas matahari pagi telah menyinari penuh lapangan sekolah ku.
"beh bakal lama nih upacara, maka panas banget lagi hari ini, mantap" kataku
"udah sabar namanya juga anak skolah, yang namanya ginian udah biasa dong hahah" kata sahabat ku.
Tak lama setelah aku berbincang datanglah manusia super duper cuek ini, huh liat mukanya pagi gini muke gile males banget, bikin ga semangat gara gara dia cuek jadi mukanya betein. Bertolak belakang banget sama kehidupan aku.
Pukul 8 pagi, upacara hari ini usai. Akhirnya bisa masuk kelas. Kembali ke kehidupan nyata bahwa dia adalah temen SEBANGKU GUE.! Makanya aku tau apa aja yang dilakukan dan dikerjakan orang ini. Mahluk berjakun Ini sangat mempengaruhi cara belajar ku, dari sifat nyebelinnya itu bkin aku marah terus .
Pelajaran prtama bhs. Inggris pelajaran favorit ku, seperti biasa dia terlihat bosan, ngantuk karna terlihat kalo dia itu males belajar, apalagi pelajaran eksak uh, makin ngantuk dia.

Bel tanda istirahat berbunyi , waktunya bagi kami anak sekolah untuk beristirahat. " ih pelajaran agama hari betein, masa nulis catatan aku kan cape sayang." kata seorang perempuan yg terlihat sedikit imut. sepertinya aku kenal, ah dia Irma kelas sebelah, dengar dengar dia adalah kekasih dari manusia cuek ini.
"apaan sih , ga usah pake sayang segala, kita kan SUDAH GA ADA APA APA " kata ricky.

Wah, ternyata kabar burung itu hanya hoax belaka, sedikit lega. Aku sebenarnya sedikit menyukai mahluk cuek ini. :D tidak ada alasan yang jelas mengapa.
"sayang jangan gitu dong, iya deh aku pergi, dah sayang. " kata cewe cantik itu.
"hemh." gumamnya.
Setelah kejadian itu setiap hari cowo itu cuma diam aja gak ada kejadian lain.

Hingga suatu hari , dia akhirnya mengajaku bicara, tentang sesuatu yang tidak begitu penting, yang sudah ia tau jawabnya " kamu sudah ngerjakan fisika" katanya
"sudah." jawabku singkat.
"oh gitu, udah makan belum? "
deg, tersentak aku kaget mendengar pertanyaan aneh keluar dari mulut manusia cuek ini.
"eh .. Belum, kenapa?"
"enggak, mau ngajak makan aja ntar siang, mau? " wajahnya terlihat merah padam, lucu rasanya.
"iya boleh, tapi aku selesaikan kerjaanku dulu ya." " iya oke"
Suasana kembali sepi, aku merasa aneh tapi menyenangkan, begitu juga dia, terlihat senang dan terukir senyum tipis di wajahnya. Ah.. indah sekali melihatnya. Andai saja tiap kali dia seperti itu , bakal semangat aku belajar, hehe.

Hari mulai siang, tak terasa bel tanda istirahat kedua telah berbunyi, terdengar suara lega dari sebagian murid dikelas "ahh, istirahat" kata mereka . "hey, udah selesai kan? Ayo cabut, kamu belum ada makan kan? " tersontak aku terkejut , ah aku baru ingat kalo udah janji sama cowok satu ini "heh? Iya? Oh iya ya.." "kenapa? Kamu masih sibuk ? Atau aku bawain aja kesini? Iya? " tanyanya sibuk. Aku bingung bukan kepalang, ada apa sama orang ini, kenapa dia melakukan hal aneh yg buat aku jadi ... merah padam. " ga..ga..gausah .. kita pergi aja" akhirnya kami pergi 'berdua saja' ke kantin sekolah untuk makan , tak lama setelah ia memesan,ia kembali duduk,dengan membawa minuman dingin dan kami menunggu untuk makan siangnya,"Ren, kamu tau ga aku sering merhatiin kamu loh,ternyata kamu cantik ya,imut ." katanya lugu sambil senyum memperhatikanku , aku kaget hingga tersedak ,ada apa lagi ini, makin menit dia berubah dan terus berubah, buat aku makin salting.

Kami makin akrab,tertawa bersama. Ternyata dia tidak seperti yang aku pikirkan selama ini, sebenarnya dia orang yang baik dan asik.

Bel sebentar lagi akan bebunyi ricky menyarankan agar kita kembali kekelas. Kami meninggalkan kantin , sambil bercengkrama sembari menuju ke kelas kami. Saat masuk ada 2 orang cewe yang terlihat akan marah sama kita.
"sayang dari mana sama cewe kampungan ini?" tanya salah satu cewek yang terlihat agak sinis. Sepertinya aku mengenal cewek ini., ah iya dia 'mantan' dari cowok yang telah ngajak aku makan siang tadi. " sudah ku bilang aku bukan pacar mu, ini pacarku yang sekarang, ya kan reni sayang? " kata ricky sambil merangkul ku didepan mantannya yang imut itu. Setelah mendengar ucapan dari ricky, sesegera mungkin irma dan temannya itu beranjak keluar dari kelas kami.

Aku sedikit lega akhirnya manusia nyebelin itu pergi, aku sedikit benci dengan cewek itu sebenarnya.
“Reni, maaf ya soal yang tadi, aku ga bermaksud buat bilang kita pacaran" katanya.
Sontak aku terkejut, apa ini dia bilang ga bermaksud, jadi maksud dia apa? Langsung aku berdiri dan bilang " kalo gitu , jangan buat aku berharap , bodoh! ". Aku pergi meninggalkannya. Dia terlihat menyedihkan.

Satu minggu Ricky dan aku tidak pernah bertegur sapa, hingga suatu hari saat aku pergi ke kamar mandi sekolah. Hari itu ada 2 orang cewe yang sepertinya ku kenal, yah mereka adalah orang yang waktu itu ada dikelas Irma dan 2 orang temannya, mereka berencana 'melabrak' ku mungkin karena aku dekat dengan mantannya tapi aku ga peduli , dia memang bukan pacar ku. " eh cewe kampung, ga usah loe deket deket sama ricky, loe ga pante, jadi ngejauh!" kata salah satu temennya . " iya, emang kamu suka apa sama dia? Dia kan cuek, cuma Irma yang ngertiin dia, kamu ga usah sok care sama ricky!" kata salah seorang temennya. " kalo emang aku suka kenapa? Aku juga bisa ngerti Ricky, dia itu temen sebangku ku, dan dia itu SUKA sama aku, puas?" kataku pede, karena aku benci mereka. Tak sadar ternyata dibalik dinding tersebut, Ricky mendengar semua ucapan ku , aku kaget. Dia hanya mengucapkan " aku tunggu di taman sepulang sekolah" katanya santai ,dengan bahasa cueknya.

Bel tanda usai pelajaran telah berbunyi. Ricky terlihat tenang menuju taman. Sesampainya kami disana dia mulai pembicaraan " apakah yang semua kamu ucapkan ke Irma tadi itu bener?" katanya.
"eh .. He..eh.. IYA! Aku suka kamu! Aku sedih kenapa kamu bilang kayak gitu,! Aku itu suka merhatiin kamu, sifat kamu yang cuek itu makin lama aku pikir itu cool,dan .. dan.. " kataku terbata. Hingga airmataku mengalir "sudah, aku juga suka kamu, dari awal aku selalu perhatiin kamu, sudah ya. " katanya sambil menghapus air mataku.
"jadi... maksud mu?" kataku terisak.
" ya kita pacaran lah.. Hehe" katanya sambil menarik tangan ku. Akhirnya …



PROFIL PENULIS
Nama : Indah Cynthia Wulandari
Tempat Tanggal Lahir : Balikpapan, May 14 1996
Asal Sekolah :SMA N 8 Balikpapan , angkatan 8 bro ...
alamat Fb : Cynthia Phantomhive/ icw_cynthia14

twitter : Cynthia_Ryuzaki

Cerpen - Ricky

Posted by : @Im_Qalbhye on :Selasa, 11 Maret 2014 With 0komentar
Tag :

Cerpen - Catatan Terakhir

|
Baca selengkapnya »
“Dok, apa yang akan Anda lakukan ketika Anda mengetahui bahwa Anda akan meninggal esok hari??”
Itulah kalimat pertama yang ia keluarkan saat pertama kali aku berjumpa dengannya. Saat itu aku sedang melakukan visite pasien di ruang perawatan. Pasien itu bernama Shinta, wanita yang berusia lima tahun lebih muda dariku. Ia adalah pasien yang sudah berulang kali masuk ke rumah sakit untuk menjalani kemoterapi. Ia menderita limfoma maligna, suatu kanker atau keganasan yang menyerang kelenjar pertahanan tubuh (limfe) seseorang.
“Kok Dokter tidak menjawab??” tanyanya lagi
“Eh…maaf ya!! Saya masih berpikir hal paling penting apa yang akan saya lakukan. Mungkin saya akan memperbanyak taubat pada Sang Khalik dan meminta maaf pada semua orang yang pernah saya sakiti.” Jawabku seadanya
“Ah…Dokter. Itu kan sudah pasti. Maksud saya apa hal yang paling ingin lakukan saat Dokter tahu umurnya akan berakhir besok??” tanyanya lebih tegas
“Apa ya??? Mungkin saya ingin menghabiskan berpuluh-puluh gelas kopi dan berharap saya tidak tertidur agar hari esok tidak akan datang.” jawabku sambil tersenyum.
“Ah…Dokter. Shinta lagi serius, kok Dokter malah bercanda”
“Memangnya kenapa kamu bertanya begitu??” aku bertanya balik
“dr. Farid pasti sudah memberitahu pada Dokter kan?? Usiaku tinggal seminggu lagi. Aku diberitahu oleh dr. Farid tiga bulan yang lalu kalau usiaku tidak lama lagi. Katanya, kanker ini sudah bermetastase ke organ lain. Kemoterapi yang telah saya jalani selama ini tidak berhasil untuk menghambat perkembangannya.” jelasnya lirih
“Jangan berkata begitu Shinta. Saya yakin kok Insya Allah usia Shinta masih panjang. Selama Shinta tetap yakin pada Sang Khalik, semua akan baik-baik saja.”hiburku “O iya, bagaimana kabarnya hari ini?? Kemoterapinya sudah selesai kan semalam??” aku mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Alhamdulillah, tidak ada keluhan yang berarti Dok. Tubuhku sudah terbiasa dengan kemoterapi yang berulang kali masuk ke dalam tubuhku. Sebentar sore saya sudah boleh pulang kan Dok??”
“Insya Allah Shinta sudah boleh pulang sore ini. Nanti saya berikan resep sesuai instruksi dr. Farid. Tapi ingat ya, kontrol sebulan lagi!!”
“Insya Allah Dok. O iya, nama dokter siapa? Dokter baru kan di sini??” Tanya Shinta
“Nama saya Zulkifli, panggil saja Zul. Saya sudah lama tugas di rumah sakit ini, cuma memang baru kali ini saya bertugas di ruang perawatan. Selama ini saya hanya bertugas di UGD, makanya kita baru pertama kali ketemu.”
“Oo…pantas. Saya Shinta. Saya pasien tetap di sini. Hampir semua petugas di RS ini saya kenal, cuma memang hanya yang bertugas di ruang perawatan. Makasih ya Dok untuk motivasi yang telah dokter berikan.”
“Sama-sama Shinta. Salam kenal ya. Pokoknya Shinta harus tetap semangat. Sekarang saya mau memeriksa yang lain dulu,.”


Itulah obrolan singkat antara aku dan Shinta pagi itu. Setelah aku memeriksa kondisi tubuh Shinta aku pun meminta izin untuk pergi memeriksa pasien yang lain. Aku cukup kagum dengan ketegaran hati Shinta. Penyakit yang ia derita sepanjang hidupnya tidak menghapus semangat hidup dari wajahnya. Meskipun telah divonis bahwa usianya tidak lama lagi, ia tetap menghadapinya dengan senyuman. Tidak tampak kesedihan yang begitu dalam dari wajahnya.
“Dokter kagum ya sama Shinta??” tanya Bu Sri perawatku
“Ibu bisa saja… Jujur memang saya kagum padanya. Tapi tidak lebih dari rasa kagumku sebagai dokter terhadap pasien.”
“Hehehe…lebih juga tidak pa-pa kok Dok. Saya juga kagum padanya. Jujur Shinta mengingatkan saya pada anak saya yang sementara kuliah di Bandung Dok. Wajah dan senyum manisnya selalu mengobati kerinduanku pada anak semata wayangku.”jelas Ibu Sri
“Ibu kenal Shinta sudah lama ya??”
“Sudah lama Dok. Dokter tahu tidak bagaimana keadaan Shinta saat tahu penyakitnya dan usianya yang tidak lama lagi??” Ibu Sri bertanya balik padaku
“Tidak Bu,. Ibu kan tahu saya baru bertugas di perawatan. Ketemu Shinta saja baru tadi. Mana mungkin saya tahu banyak tentang dia dan masa lalunya.”
“Oo…iya. Ibu baru ingat. Maaf ya Dok!!!” jawabnya sambil tersipu
“Ndak pa-pa kok Bu. Memangnya kenapa dengan Shinta waktu itu??”
“Ibu juga tidak tahu jelas mengenai detail ceritanya. Yang jelas, saat Shinta mengetahui penyakit yang ia derita, ia sempat mengalami depresi. Ia sempat menarik diri dari pergaulan, bahkan sempat akan bunuh diri.”
“Ooh…ya?? Terus bagaimana ceritanya sehingga ia bisa berubah Bu??”tanyaku penasaran
“Ibu juga tidak tahu Dok. Saat pertama kali Shinta dirawat di rumah sakit ini, ia sangat kurus dan tidak terawat. Terlihat betapa penyakitnya telah merenggut masa-masa mudanya yang seharusnya penuh dengan kebahagiaan. Ibu sangat perihatin dengan kondisinya saat itu.”
“Oo…tapi kok kelihatannya Shinta sekarang berbeda dengan yang Ibu ceritakan??” tanyaku heran
“Itu yang Ibu belum tahu sampai sekarang. Tapi Ibu cukup bersyukur dengan perubahan dirinya. Sekarang Shinta kelihatan lebih dewasa dibandingkan dulu. Ia kelihatan jauh lebih tegar. Penyakit yang ia derita memaksa dirinya berpikir lebih dewasa ketimbang usianya. Ibu merasa kasihan sekaligus kagum dengannya.”
“Lagi gosipin Shinta ya??” tiba-tiba Shinta datang memotong pembicaraan kami sambil tersenyum. Jujur aku sempat terpesona dengan senyuman manis wajahnya. Wajah Shinta memang begitu mempesona. Tidak tampak efek kemoterapi yang telah berulang kali masuk ke dalam tubuhnya.

Seakan kemoterapi telah bersahabat akrab dengan dirinya. Aku akui wajahnya memang sangat cantik.
“Kenapa Dokter melihat wajahku seperti itu?? Dokter naksir padaku ya??” Shinta menggodaku
“Hahaha…siapa yang lihat Shinta?? Saya melihat keluarga pasien yang masuk tadi.” jawabku sambil menyembunyikan wajahku yang merah padam.
“Dok, resepnya mana Dok?? Dokter lupa ya ngasih ke Shinta??”
“Eh…iya. Ibu Sri di mana resep yang sudah saya tulis tadi??”
“Bukannya itu yang ada di tangannya Dok??”
“Astagfirullah…iya ya.” Jawabku sambil memegangi kepalaku.
“Wah…Dokter grogi nich sama cewek cantik. Iya nich Nak Shinta, dari tadi dr. Zul nanya-nanya Nak Shinta terus. Kelihatannya sich dr. Zul naksir sama Shinta…” Ibu Sri tertawa menggodaku
“Aduh…Ibu Sri kok buka kartu sich?? Siapa yang naksir sama Shinta?? Ibu Sri cuma bercanda, jangan percaya sama beliau. Ini Shinta resepnya. Ingat ya untuk datang kontrol.”
“Siap Dok!!! Oo…iya, Dokter ada waktu ndak hari Rabu ini?? Mau ndak makan siang bareng Shinta?? Itu juga kalau Dokter tidak sibuk.”
“Hari Rabu siang ya?? Kayaknya tidak ada Shinta. Hari Rabu saya libur. Boleh, mau makan siang di mana??”
“Besok Shinta yang hubungi ya? Boleh ndak saya minta nomornya Dok??”
“Ndak boleh!!!” aku menjawab dengan tersenyum.
“Baiklah, kalau Dokter tidak bersedia ndak pa-pa kok. Kalau begitu saya permisi ya Dok. Terima kasih!!!” Shinta beranjak pergi meninggalkan aku dan Bu Sri
“Shinta, tunggu sebentar. Minta resepnya tadi!!! Ada yang saya lupa tulis.”

Aku pun menulis resep tambahan yang tidak lain adalah nomor HPku. Aku pun memberikannya kembali pada Shinta. “Jangan lupa besok hubungi saya kepastiannya ya!!” Shinta tersenyum penuh tanda tanya dengan pernyataan yang keluar dari mulutku. Saat ia melihat resepnya, barulah ia mengerti. “Terima kasih Dok!!!” jawabnya dengan senyuman. Senyuman yang membuat hatiku bergetar tanpa mampu aku pahami.
“Ini apa Shinta??” tanyaku dengan penasaran. Aku tak sengaja melihat secarik kertas terjatuh dari tasnya saat Shinta sedang berdiri hendak pergi ke WC siang itu. Aku dan Shinta sedang makan siang bersama sesuai janjiku dua hari yang lalu.
“Ini catatan terakhir yang ingin saya lakukan sebelum maut menjemputku Dok.” Jawabnya dengan malu-malu.
“Boleh saya baca??”
“Boleh kok Dok. Saya tinggal dulu ya Dok, saya mau ke WC.”

Catatan itu berupa daftar kegiatan yang ditulis dengan tangan oleh Shinta. Aku memperhatikan setiap detail kegiatan yang ia tulis. Kagum bercampur haru menyelimuti hatiku saat membacanya. Aku merasakan perasaan Shinta saat menulis kata demi kata kegiatan yang ingin ia lakukan. Tersirat semangat hidup Shinta yang menjiwai catatannya. Hampir seluruh daftar kegiatan dalam catatan tersebut telah dicross check olehnya. Aku menduga bahwa hampir seluruh kegiatan tersebut telah ia lakukan.

“Kenapa Dok?? Aneh ya?? Catatan itu lah yang membuat hari-hari terakhirku berarti.” Shinta
“Tidak kok Shinta. Saya malah kagum dengan Shinta.” Jawabku tulus
“Catatan ini terinspirasi dari seorang ibu tua. Saya tidak sengaja bertemu dengannya saat sedang berjalan di pinggir pantai. Ibu tua itu seakan menangkap kegelisahan hatiku saat itu, saat mengetahui vonis penyakit yang saya derita. Saat itu saya benar-benar mengalami depresi yang berat, apalagi setelah mengetahui usiaku tinggal menghitung bulan.” jelasnya
“Terus apa yang ibu itu lakukan??” tanyaku penasaran
“Ibu tua tersebut yang datang menghampiriku saat saya sedang menikmati senja di pantai dengan hati dan pikiran yang penuh dengan kesedihan. Ia menghiburku dengan menceritakan kehidupan almarhum anaknya yang juga bernasib hampir sama dengan nasibku. Anaknya menderita kanker payudara saat usianya juga masih remaja. Kanker inilah yang merenggut satu-satunya keluarga yang ia miliki menyusul suaminya yang telah lebih dulu meninggalkan dirinya menuju Rabb-Nya. Menurut ceritanya, beliau sempat mengalami depresi bahkan sempat divonis menderita schizophrenia oleh dokter yang merawatnya.

Hidupnya seakan telah berakhir saat jenazah anak yang ia sayangi dikebumikan. Namun, seiring dengan waktu akhirnya beliau menemukan sebuah pencerahan. Allah seakan memberikan beliau hidayah melalui makhluk-Nya. Ia tidak sengaja bertemu dengan seorang bocah yang begitu kelaparan di jalan. Tubuh anak tersebut sangat kurus kering. Seakan terbangun dari tidur panjang beliau lalu tersadar dari ketidakberdayaannya. Beliau lalu menolong anak tersebut, membelikan makanan dan pakaian yang layak. Ada sebuah kebahagiaan yang telah lama hilang dari hatinya saat melihat senyuman anak tersebut. Sejak kejadian tersebut beliau lalu bangkit dan mulai membuka lembaran baru hidupnya. Beliau mulai membuka usaha kecil-kecilan dan membuka sebuah yayasan buat anak-anak jalanan. Beliau mendapatkan pelajaran berharga bahwa kebahagiaan yang sesungguhnya bukan dari apa yang kita miliki, namun dari apa yang telah kita berikan pada orang lain. Bahwa hidup yang sebenarnya adalah bukan bagaimana kita memulainya, namun hidup yang sebenarnya adalah bagaimana kita mengakhirinya.” Shinta menjelaskan dengan semangat. Ia berhenti sejenak lalu menghirup minuman dingin yang ada di hadapannya. Ia menarik nafas sejenak lalu melanjutkan ceritanya.
“Ibu itu seakan diutus oleh Sang Khalik untuk memberikanku hidayah. Saya juga seakan terbangun dari tidur panjangku. Kata-kata ibu tersebut seakan menjadi cahaya penerang hatiku yang mati oleh beban masalah yang kuhadapi. Sejak saat itu saya pun berjanji bahwa saya tidak akan menyerah pada hidup. Saya pun mulai menuliskan hal-hal yang akan saya lakukan sebelum ajal menjemputku.”
“Salut buat kamu Shinta. Saya semakin kagum pada kamu. Jarang ada seorang wanita seusiamu yang berpikir seperti kamu.” Pujiku tulus
“Makasih Dok. Tapi jujur keadaanlah yang memaksaku untuk lebih bijaksana dan lebih dewasa dalam memaknai hidup ini Dok.”
“Ada satu hal yang masih mengganjal di pikiranku Shinta. Daftar terakhir yang belum kamu cross check dalam catatanmu. Makan Brownies Cokelat?? Kok belum kamu lakukan?? Kan banyak yang menjual Brownies di sini.” tanyaku penasaran. Dari sekian banyak daftar kegiatan yang ia tulis memang kegiatan terakhir ini yang paling menarik bagiku.
“Hihihihi….iya Dok. Sampai sekarang saya belum dapat browniesnya. Brownies ini istimewa Dok.
Berbeda dengan brownies yang dijual di toko maupun yang dibuat sendiri. Saya belum sempat berkeliling mencarinya. Sementara ini saya hanya mencari informasi di internet.”
“Memangnya brownies seperti apa Shinta??” aku semakin penasaran
“Browniesnya berbeda Dok. Waktu itu, nenek saya yang membawanya. Saat itu saya masih berusia sebelas tahun. Rasanya berbeda dengan kue brownies lainnya. Saya sendiri tidak mampu menjelaskan di mana perbedaannya. Namun, entah mengapa rasanya begitu enak. Saya tidak sempat menanyakan pada nenek waktu itu. Nenek keburu meninggal dunia saat saya mau menanyakannya. Menurut beliau brownies ini brownies istimewa dengan resep yang cukup langka. Mamaku sendiri tidak tahu di mana nenek membelinya.”
“Kayaknya susah Shinta. Itukan sudah sepuluh tahun yang lalu. Bisa saja toko yang menjualnya sudah tutup atau beralih usaha.”
“Iya Dok. Saya cukup pesimis dapat mencicipi brownies itu lagi. Saya tidak dapat melupakan rasa kue brownies itu. Ada perasaan damai saat menikmati setiap gigitan lembut kuenya.” Wajah Shinta begitu berbinar-binar saat membayangkan kue tersebut. Aku menangkap kebahagiaan yang begitu dalam dari matanya yang indah saat menceritakan kue brownies istimewa tersebut.
“Kalau begitu saya akan membantumu mencarinya. Saya penasaran dengan kue yang kamu ceritakan tersebut.”
“Betul Dok?? Terima kasih ya Dok… Dokter memang baik banget…” Shinta melompat bahagia. Entah mengapa detak jantungku kembali berdegub kencang saat melihat kebahagiaan Shinta siang itu. Aku kembali merasakan perasaan ganjil dalam hatiku setiap kali aku melihat Shinta. Namun, aku berusaha menyembunyikannya dari Shinta.
“Oh…iya Dok, sebentar malam Dokter sibuk tidak?? Saya ingin mengajak Dokter ke acara silaturahim teman-teman himpunan penderita kanker. Kebetulan malam ini kami akan membuat kegiatan amal untuk membantu para penderita kanker yang tidak mampu.”
“Boleh… Kebetulan malam ini saya memang lagi tidak ada kegiatan. Nanti malam habis Shalat Magrib saya jemput kamu di rumah.”
“Siap Dok!!! Makasih ya… Teman-teman pasti senang kalau Dokter datang.” Wajah Shinta begitu bersemangat. Kelihatan bahwa Shinta begitu bahagia.
Suasana malam amal yang berlangsung pada ruang auditorium balaikota itu begitu semarak. Acara sederhana yang memang dikhususkan untuk menghibur sekaligus mengumpulkan dana bagi para penderita kanker dihadiri oleh masyarakat yang tinggal di sekitar auditorium. Para pasien baik yang berusia tua maupun yang muda bersuka cita, bernyanyi, menari bersama larut dalam acara tersebut. Aku tidak melihat adanya kesedihan dari wajah-wajah penderita kanker tersebut. Mereka seakan lupa dengan penyakit yang mereka derita. Semangat untuk terus bertahan hidup begitu terasa dalam ruangan auditorium yang hanya berukuran kecil ini. Tidak terkecuali Shinta, malam itu Shinta menjadi Diva. Ia tampil sebagai MC sekaligus penyanyi. Aku akui penampilan Shinta malam itu begitu cantik dan mempesona membuat jantungku sejak dari tadi berdegub kencang tak karuan. Sampai sekarang aku belum mengetahui perasaan aneh yang selalu muncul setiap saat aku berada di dekatnya.

Selepas acara, Shinta mengenalkan aku pada para pengurus dan anggota himpunan peduli kanker yang menjadi pelaksana acara tersebut. Hampir sebagian besar pengurus himpunan masih berusia sebaya denganku. Kami saling bertukar cerita mengenai latar belakang kami masing-masing. Mereka hampir sebagian besar juga punya pengalaman seperti Shinta. Mereka juga pernah mengalami episode kelam dalam hidupnya. Namun, mereka dapat bangkit dari ketidakberdayaan dan berusaha menghidupkan hidup mereka. Mereka berusaha dan berjuang untuk menolong orang-orang seperti mereka untuk tetap semangat menatap hidup. Jujur aku sendiri merasa malu dengan diriku melihat semangat hidup mereka.Malam itu, menjadi malam yang begitu berkesan bagi diriku. Aku mendapatkan banyak teman baru dan pelajaran hidup yang begitu berharga.
“Terima kasih Shinta sudah mengajakku untuk datang ke acara ini. Jujur saya kagum pada kamu, pada teman-teman semua. Saya kagum pada semangat hidup kalian semua.”
“Sama-sama Dok. Saya juga berterima kasih pada Dokter karena telah mau meluangkan waktunya untuk hadir di acara kami. Saya telah berjanji pada diriku untuk mengabdikan sisa hidupku untuk kemanusiaan.” jawabnya tulus. Senyuman di wajahnya kembali membuat aku salah tingkah. “Oo…iya Dok. Jadi ndak besok Dokter mau temani Shinta mencari brownies itu??” tanyanya malu-malu
“Jadi kok Shinta. Insya Allah besok pagi saya jemput Shinta di rumah. Jadi kita punya waktu cukup banyak berkeliling mencari browniesnya??”
“Terima kasih ya Dok. Saya tidak tahu bagaimana harus membalasnya.”
“Sama-sama Shinta. Saya senang bisa membantu Shinta.
“Bukan ini Dok!!! Rasanya tidak seperti ini. Brownies ini berbeda dengan brownies yang pernah nenekku bawa.” Seperti janjiku pada Shinta, pagi-pagi sekali aku dan Shinta berkeliling kota untuk mencari kue brownies istimewa tersebut. Kami sengaja berangkat agak pagi selain agar tidak terjebak macet, kami juga ingin agar kami punya banyak waktu berkeliling kota. Kebetulan aku memang libur hari itu dan sengaja membatalkan semua agendaku demi wanita istimewa yang baru aku temui beberapa hari lalu.

Entah sudah toko kue yang ke berapa yang telah kami masuki hari ini. Sejak pagi aku dan Shinta berjalan mengelilingi kota demi sebuah brownies. Mungkin aku juga mulai terobsesi kue brownies seperti Shinta sehingga pikiran logisku mulai hilang. Hampir setiap toko yang menjajakan kue mulai kue tradisional hingga toko bakery yang terkenal telah kami masuki. Namun, kami belum menemukan kue brownies yang Shinta cari. Perutku mulai kekenyangan oleh kue brownies yang telah kami coba satu persatu. Jujur lidahku mulai terasa eneg akibat banyaknya kue yang telah aku makan sejak pagi.

Hari sudah menjelang magrib saat aku dan Shinta mulai kehabisan energi untuk memakan brownies terakhir yang kami beli dari toko bakery yang baru saja kami kunjungi.
“Hari ini kita berhenti dulu Shinta. Kamu jangan terlalu lelah. Ingat kondisi tubuhmu yang membutuhkan istirahat. Besok kita lanjutkan lagi.” aku khawatir melihat kondisi Shinta yang mulai terlihat kelelahan. Hari ini memang Shinta kelihatannya kurang fit. Aku sudah berniat menunda dulu rencana kami hari ini, namun karena melihat semangat Shinta yang begitu besar aku mengurungkan niatku itu.
“Iya Dok,. Mungkin besok saja kita lanjutkan. Entah mengapa tubuhku mulai terasa berat. Kepalaku juga mulai terasa pening.” Jawabnya dengan terengah-engah
“Saya antar kamu pulang ya!! Yakin kamu baik-baik saja??” aku ragu melihat dirinya.
“Iya Dok, Shinta tidak pa-pa. Kalau sudah beristirahat Insya Allah saya sudah pulih lagi.”

Tak berapa lama kami sudah sampai ke rumah Shinta. Kondisi tubuh Shinta begitu mengusik pikiranku. Namun, ia tidak mau aku periksa. Ia juga menolak tawaranku untuk membawanya ke tempat praktek dr. Farid.
“Terima kasih ya Dok untuk hari ini. Sayang kita belum dapat brownies yang Shinta cari.”
“Iya, sama-sama Shinta. Langsung istirahat ya!!! Jangan lupa obatnya diminum!!! Kalau ada apa-apa tolong hubungi saya.”
“Siap Pak Dokter!!! Sungguh Dokter begitu baik mau menolong wanita penyakitan sepertiku.”
“Jangan bicara seperti itu. Saya tulus membantu Shinta karena bagi saya Shinta itu wanita yang istimewa bagiku.” Entah mengapa kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku. Aku memperhatikan wajah Shinta yang manis bersemu merah.
“Terima Kasih Dok!!! Shinta pamit dulu ya. Sampai jumpa besok.” Shinta berjalan dengan pelan menuju rumahnya. Entah mengapa ada perasaan kehilangan saat Shinta telah masuk ke dalam rumahnya. Aku cepat-cepat menepis perasaan tersebut lalu pergi.

Sepanjang jalan wajah Shinta terus terbanyang dalam benakku. Aku juga tidak berhenti memikirkan brownies yang kami cari seharian ini. Aku masih penasaran dengan brownies tersebut. Aku tak sadar telah tiba di rumah kerabatku untuk menjemput mama yang sedang arisan bulanan.
“Kamu sudah shalat Magrib Nak??” mama menyapaku saat masuk ke mobil
“Sudah Ma. Tadi singgah shalat di masjid di depan kompleks.”
“Oo…iya nich Mama bungkuskan kue dari arisan tadi. Makan dulu Nak!!! Kamu pasti lapar kan??” Mama menyodorkanku kotak kue yang ia bawa. Kebetulan memang perutku sedang keroncongan. Aku pun langsung mengambil kotak tersebut dan membukanya. Ada perasaan aneh saat melihat kue yang ada di dalamnya. “BROWNIES lagi!!!” aku berteriak dalam mobil.
“Kenapa memangnya Nak?? Kamu tak suka?? Brownies ini berbeda Nak. Brownies ini resep dari nenek teman mama. Tadi kebetulan di arisan, Mama dan teman-teman belajar membuat kue ini. Ayo coba!!! Kamu pasti suka.”
“Tidak Ma,. Seharian saya sudah makan kue brownies. Tapi aku makan ya Ma. Perutku memang lapar sekali.” Aku pun mengambil sepotong dan mencobanya. Rasanya memang berbeda dengan brownies-brownies yang aku makan sejak pagi. Entah apa yang membuatnya berbeda. Aku tiba-tiba teringat pada Shinta. Jangan-jangan kue ini lah yang Shinta cari selama ini.
“Gimana?? Enak kan??” tanya mama penasaran
“Enak banget Ma. Ma, kita ke rumah teman Zul dulu ya. Teman Zul, Shinta, yang Zul ceritakan kemarin sedang mencari kue brownies ini.”
“Mencari Brownies?? Shinta?? Terserah kamu Nak. Mama ikut saja. Kebetulan mama penasaran sama Shinta yang kamu ceritakan itu.”
“Makasih Ma!!!” Tanpa berkomentar panjang aku pun memacu mobilku menuju ke rumah Shinta. Aku yakin brownies ini lah yang Shinta cari selama ini. Beruntung jalan ibukota sedang tidak macet sehingga tidak lama aku telah sampai ke depan rumah Shinta. Aku begitu bahagia saat turun dari mobil sambil membawa sekotak brownies. Aku telah membayangkan wajah Shinta yang bahagia saat mencicipi kue brownies yang telah ia cari selama ini.

Saat aku hendak mengetuk pagar, tiba-tiba ada seorang bapak tua yang berjalan mendekatiku.
“Kamu dr. Zul kan?? Nak Shinta tadi baru-baru saja dibawa ke rumah sakit. Tiba-tiba ia terjatuh pingsan saat masuk ke rumah. Saya penjaga rumah ini. Tadi ayahnya berpesan pada saya untuk memberikan pesan ini kalau seandainya ada yang datang. Ayahnya sudah mencoba menghubungi handphone dokter, namun tidak aktif.” Jelas Pak Udin, pembantu Shinta.
“Astagfirullah!!! Pak Udin,. Iya Pak. Ke rumah sakit biasa ya Pak??” aku bertanya dengan nada keras
“Iya Dok. Di rumah sakit tempat Nak Shinta biasa dirawat.”
“Makasih Pak.” Aku segera berlari ke mobil sambil merogoh sakuku memeriksa HPku. Ternyata benar, HPku mati. Aku mengutuk diriku sendiri yang telah lalai menjaga Shinta. Mestinya tadi aku sudah menyadari bahwa Shinta sedang tidak sehat. Mestinya tadi aku langsung membawanya ke rumah sakit.
“Kenapa Nak?? Kenapa dengan Shinta??” tanya mama
“Shinta dibawa ke rumah sakit Ma baru saja. Dia terlalu lelah seharian berjalan bersamaku. Ma, kita langsung ke rumah sakit ya??”
“Innalillah… Kasihan Shinta…” jawab mama terkejut
Tanpa banyak komentar, aku pun menyalakan mobil dan melaju ke rumah sakit. Dalam hati aku berdoa semoga Shinta baik-baik saja. Semoga wanita istimewa dalam hatiku itu masih bisa bertahan hidup. Aku tak berhenti menyalahkan diriku yang tidak menyadari keadaan Shinta.

Tak lama berselang aku telah sampai ke rumah sakit. Aku pun langsung berlari sambil membawa kotak kue brownies menuju ke ruang UGD. Mama ikut berlari di belakangku. Kelihatannya beliau juga khawatir dengan Shinta.
“Pak Syukur, tadi ada pasien bernama Shinta masuk ke sini ya??” tanyaku pada salah seorang perawat UGD
“Eh…dr. Zul. Iya Dok,. Baru saja ia dibawa ke ruang ICU. Keadaannya sangat memperihatinkan Dok. Tadi dr. Farid sudah memeriksanya. Atas anjuran beliau, Shinta dibawa ke ruang ICU.”
“Makasih Pak!!!” aku pun berlari ke ruang ICU. Di depan ruangan aku melihat ayah Shinta sedang memeluk istrinya yang menangis.
“Di mana Shinta Pak?? Bagaimana keadaannya??” aku mencoba menata suaraku yang panic
“Dok, Shinta sekarang ada di dalam. Keadaannya sangat parah. Dr. Farid telah menjelaskan pada kami untuk banyak berdoa. Kami sudah pasrah Dok. Dokter langsung masuk saja. Shinta sejak tadi memang menanyakan Dokter. Kami sudah mencoba menghubungi Dokter cuma HPnya Dokter tidak aktif” Jawabnya lirih
“Maaf Pak, HP saya mati. Sabar ya Pak, Bu. Insya Allah masih ada harapan buat Shinta. Saya masuk ke dalam dulu ya Pak, Bu.” aku mencoba menenangkan. Pikiranku betul-betul kacau. Aku tidak menyangka bahwa akan secepat ini. “Bukannya masih ada tiga hari lagi??” aku menggumam
“Dok, Shinta ada di bed 4 Dok. Dari tadi ia memang menanyakan dr. Zul.” sapa Ica salah seorang perawat ICU.
“Bagaimana kondisinya??” tanyaku padanya
“Sepsis Dok,. Suhu tubuhnya meningkat sekali. Untungnya kesadarannya masih bagus, meskipun sudah mulai mengalami penurunan.” Jelas Ica
“Makasih ya. Aku ke sana dulu.”

Aku melihat Shinta sedang terbaring lemah. Wajahnya sekali-sekali meringis kesakitan. Aku meraih kedua tangannya perlahan-lahan. Tubuhnya panas sekali. Aku begitu sedih melihat kondisi Shinta yang sekarang. Sungguh berbeda dengan beberapa jam yang lalu. Aku mencoba menahan air mata yang hendak keluar dari mataku.
“Dok, kamukah itu??” sapanya lemah. Matanya terbuka perlahan
“Iya, ini saya Shinta. Shinta jangan banyak bicara dulu. Istirahat ya. Oo..iya saya sudah menemukan brownies yang Shinta cari.” Aku menunjukkan kotak kue brownies yang tak lepas dari tanganku sejak tadi.
“Masa sich Dok…??? Boleh Shinta coba…..???” Shinta mencoba duduk untuk melihat langsung kue brownies tersebut.
“Jangan bangun Shinta. Nanti saya suapkan kuenya. Shinta baring saja.” Pandanganku beralih ke Ica, meminta izin padanya untuk memberikan kue tersebut. Ica hanya mengangguk sedih, terharu melihat pemandangan di ruang ICU tersebut.
“Ini Shinta” aku menyuapkan potongan kecil kue brownies yang aku bawa ke mulutnya perlahan
Shinta mengunyah kue tersebut perlahan-lahan. Terlihat ia mencoba merasakan kue brownies tersebut sambil sesekali meringis kesakitan.

Air mata menetes di kedua matanya saat potongan kue tersebut telah ia telan. Wajahnya terlihat begitu bahagia.
“Ini Dok… Inilah kue brownies yang Shinta cari selama ini….. Shinta bahagia sekali bisa merasakannya. Shinta seakan-akan merasakan memori masa kecil Shinta saat nenek masih hidup. Terima Kasih ya Dok…..”
“Sama-sama Shinta. Sekarang Shinta istirahat dulu ya!!!”
“Dok…. Tahu… gak… Dok?? Saya sudaahhhh… memenuhi… catatan… terakhirku…. Shinta sangat bahagia…” suara Shinta mulai melemah
“Sudah Shinta, Shinta istirahat ya!!
“Hehehehe….jangan….khawatirkaaaannnn…. Shinta Dok….. Shinta….sudah siap… menghadap-Nya…. Uhuuukk uhukkk uhuukkk…. Apa yang ….Shinta… cari…. selama…. iiinnnniii….. telah Shinta……peroleh…. Dok, sebelum… Shinta… pergi… Shinta…. mau ngomong…. Dok, Shinta….. sayang…… sama…. Dokter…. Shinta….mencintai……Dokter…..sekarang….. dan…. untuk….. selamanya….” Pernyataan Shinta begitu memilukan di hatiku.
“Saya juga sayang sama Shinta…. Bagiku Shinta akan selalu mendapatkan tempat yang istimewa di hatiku…” aku menggenggam erat kedua tangannya. “Jangan pergi dulu Shinta!!! Kita akan pergi berdua ke mana saja Shinta mau. Shinta harus kuat!!!” aku tak dapat lagi menahan gejolak perasaan yang beberapa hari ini memang menghantui pikiranku. Aku baru sadar bahwa perasaan aneh itu ternyata adalah perasaan cinta yang telah tumbuh dalam ruang hatiku. Cinta yang begitu tulus pada Shinta.
“Te…ri…ma… ka….sih…. Dok!!! Te…ri…ma…ka…sih…te..lah… menjadi ba…gian….da…ri…mim..pi…mim….pi… in…dahku….” Suaranya semakin melemah
“Dok!!!..... Apa….yang….akan…Dok…ter… la…ku….kan… sa…at… ta…hu… Dok…ter…a….kaaann… meninggal….du…nia… E…sok ha…ri????” tanyanya sambil tersenyum lemah.
“Aku sudah buat catatan yang akan aku lakukan Shinta.” Jawabku tegas. Aku hanya mampu tersenyum manis padanya. Aku larut dalam kesedihanku melihat sosok wanita yang aku cintai akan dijemput maut…..
“Shin…..ta…..pa….mit…. du…lu… ya… Dok….. Ma….lai….kat…. Ma….ut…te….lah….da…tang…. Ia……ter…..se….nyum….ma….niiiiss…. pa…..da…. Shiiinnn…..taaaa…. Asyhadu…..Alllahhhhhh…..Ilaaaaa…..Ha…..Illlaallllaaahhhhh….. Waaaa…..aaaassyyyyyhaaaaduuuu…….annnnaaaaa…..Muuuuhaaammmmmadarrrrasuuullullllahhhh….” kalimat tauhid itu menjadi kalimat terakhir dari Shinta malam itu. Suasana haru langsung menyelimuti ruangan ICU. Tangisku seakan tak mampu kubendung. Air mata mengalir di kedua mataku melihat Shinta terbujur kaku.
Sosok wanita yang begitu tegar menghadapi hidup telah menghembuskan nafas terakhirnya di dunia…. Wanita yang begitu tegar menghadapi suratan takdir yang telah dicatat oleh Sang Khalik dengan kepala tegak…. Wanita yang begitu tegar berteman dengan kematian….



PROFIL PENULIS
Nama : Muhammad Taqwim Mulwan
Tempat / Tgl. Lahir : Ujung Pandang, 22 Mei 1985
Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan 3 BTN Hamzy blok N/7, Kelurahan Tamalanrea Indah, Kecamatan Tamalanrea, Makassar 90245
Add Facebook : Muhammad Taqwim
Follow Twitter : @taqwim

Agama : Islam

Cerpen - Catatan Terakhir

Posted by : @Im_Qalbhye on : With 0komentar
Tag :
Prev
▲Top▲